Penalaran
adalah suatu proses berpikir yang berusaha menghubungkan fakta-fakta dan
bukti-bukti untuk menarik kesimpulan. Sehingga dapat diketahui bahwa unsur
dasar penalaran adalah fakta. Suatu pemikiran bisa disebut ilmiah apabila
terdapat fakta di dalamnya.
Fakta
sebagai unsur dasar penalaran memiliki jumlah yang tidak terbatas. Karena itu,
untuk memudahkan pemahaman perlu dibuat klasifikasi fakta. Dalam membuat
klasifikasi fakta diperlukan pengetahuan mengenai fakta yang berhubungan karena
klasifikasi berarti mengelompokkan fakta-fakta ke dalam suatu hubungan yang
logis berdasarkan suatu sistem.
Selain
fakta, proposisi juga merupakan unsur yang penting dalam penalaran. Proposisi
adalah ungkapan yang dapat dipercaya, disangsikan, disangkal, atau dibuktikan
benar-tidaknya. Dengan kata lain proposisi adalah pernyataan yang dapat
dibuktikan kebenarannya atau ditolak karena kesalahannya. Contohnya sebagai
berikut:
(1) Bola
itu bentuknya bulat.
(2) Ibu
kota Jawa Tengah adalah Bandung
Kalimat
pertama merupakan pernyataan yang dapat dibuktikan kebenarannya. Sedangkan,
kalimat kedua merupakan pernyataan yang dapat ditolak karena kesalahannya.
Dalam
Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), fakta memiliki definisi sebagai hal
(keadaan atau peristiwa) yang merupakan kenyataan; sesuatu yang benar-benar ada
atau terjadi. Selain itu, fakta juga merupakan pengamatan yang telah
diverifikasi secara empiris (sesuai dengan bukti atau konsekuensi yang teramati
oleh indera). Fakta bila dikumpulkan secara sistematis dengan beberapa sistem
serta dilakukan secara sekuensial maka fakta tersebut mampu melahirkan sebuah
ilmu. Sebagai kunci bahwa fakta tidak akan memiliki arti apa-apa tanpa sebuah
teori dan fakta secara empiris dapat melahirkan sebuah teori baru.
Untuk
memahami hubungan antara fakta-fakta yang sangat banyak itu, kita perlu mengenali
fakta-fakta itu secara sendiri-sendiri. Ini berarti bahwa kita harus mengetahui
ciri-cirinya dengan baik. Dengan begitu, kita dapat mengenali hubungan di
antara fakta-fakta tersebut dengan melakukan penelitian.
Selain
itu, kita dapat menggolong-golongkan sejumlah fakta ke dalam bagian-bagian
dengan jumlah anggota yang sama banyaknya. Proses seperti itu disebut
pembagian, namun pembagian di sini memiliki taraf yang lebih tinggi dan disebut
klasifikasi.
1).
Klasifikasi
Membuat
klasifikasi mengenai sejumlah fakta, berarti memasukkan atau menempatkan
fakta-fakta ke dalam suatu hubungan logis berdasarkan suatu sistem. Suatu
klasifikasi akan berhenti, tidak dapat diteruskan lagi jika sudah sampai kepada
individu yang tidak dapat merupakan spesies atau dengan kata lain jenis
individu tidak dapat diklasifikasikan lebih lanjut meskipun dapat dimasukkan ke
dalam suatu spesies. Contohnya, "Dani adalah manusia", tetapi tidak
"Manusia adalah Dani" karena Dani adalah individu dan bersifat unik.
Perlu
diingat bahwa klasifikasi atau penggolongan (pengelompokkan) berbeda dengan
pembagian. Pembagian lebih bersifat kuantitatif, tanpa suatu kriteria atau ciri
penentu. Tetapi klasifikasi didasarkan terhadap ciri-ciri atau kriteria yang
ada dari fakta-fakta yang diteliti.
2).
Jenis Klasifikasi
Klasifikasi
dapat dibedakan menjadi dua jenis, yaitu:
Klasifikasi
sederhana, suatu kelas hanya mempunyai dua kelas bawahan yang berciri positif
dan negatif. Klasifikasi seperti itu disebut juga klasifikasi dikotomis
(dichotomous classification dichotomy).
Klasifikasi
kompleks, suatu kelas mencakup lebih dari dua kelas bawahan. Dalam klasifikasi
ini tidak boleh ada ciri negatif; artinya, suatu kelas tidak dikelompokkan
berdasarkan ada tidaknya suatu ciri.
3).
Persyaratan Klasifikasi
Klasifikasi
harus dilakukan dengan memperhatikan beberapa persyaratan:
Prinsipnya
harus jelas. Prinsip ini merupakan dasar atau patokan untuk membuat
klasifikasi, berupa ciri yang menonjol yang dapat mencakup semua fakta atau
benda (gejala) yang diklasifikasikan.
Klasifikasi
harus logic dan ajek (konsisten). Artinya, prinsip-prinsip itu harus diterapkan
secara menyeluruh kepada kelas bawahannya.
Klasifikasi
harus bersikap lengkap, menyeluruh. Artinya, dasar pengelompokkan yang
dipergunakan harus dikenakan kepada semua anggota kelompok tanpa kecuali.
Selain
itu dalam aspek fakta agar dapat membuat kesimpulan yang sah tentang sifat
golongan tertentu yang berdasarkan satu atau beberapa yang diamati, hal-hal
yang perlu diperhatikan adalah mengenai klasifikasi – yang sudah dijelaskan
sebelumnya –, generalisasi dan spesifikasi, analogi, dan hubungan sebab-akibat.
1).
Generalisasi dan Spesifikasi, Dari sejumlah fakta atau gejala yang diamati
ditarik kesimpulan umum tentang sebagian atau seluruh gejala yang diamati itu.
Proses penarikan kesimpulan yang dilakukan dengan cara itu disebut
generalisasi. Jadi, generalisasi adalah pernyataan yang berlaku umum untuk
semua atau sebagian besar gejala yang diamati. Karena itu suatu generalisasi
mencakup ciri-ciri esensial atau yang menonjol, bukan rincian. Di dalam pengembangan
karangan, generalisasi perlu dibuktikan dengan fakta yang merupakan spesifikasi
atau ciri khusus sebagai penjelasan lebih lanjut.
Ungkapan
yang biasa digunakan dalam generalisasi adalah: biasanya, pada umumnya,
sebagian besar, semua, setiap, tidak pernah, dan sebagainya. Dan ungkapan yang
digunakan dalam penunjang generalisasi adalah: misalnya, sebagai contoh, untuk
menjelaskan hal itu, sebagai bukti, dan sebagainya.
Fakta-fakta
penunjang harus relevan dengan generalisasi yang dikemukakan. Suatu paragraf
dalam tulisan yang mencamtumkan penunjang yang tidak relevan dipandang tidak
logis. Dan generalisasi mungkin mengemukakan fakta (disebut generalisasi
faktual) atau pendapat (opini).
2).
Analogi, persamaan antar bentuk yang menjadi dasar terjadinya bentuk-bentuk
yang lain atau membandingkan sesuatu dengan lainnya berdasarkan atas persamaan
yang terdapat di antara keduanya.
Analogi
terdiri dari dua macam, pertama analogi penjelas (deklaratif) yaitu
perbandingan untuk menjelaskan sesuatu yang baru berdasarkan persamaannya
dengan sesuatu yang telah dikenal, tetapi hasilnya tidak memberikan kesimpulan
atau pengetahuan yang baru, kedua analogi induktif yaitu suatu proses penalaran
untuk menarik kesimpulan (referensi) tentang kebenaran suatu gejala khusus
berdasarkan kebenaran suatu gejala khusus lain yang memiliki sifat-sifat
esensial penting yang bersamaan. Jadi, dalam analogi induktif yang perlu
diperhatikan adalah persamaan yang dipakai merupakan ciri-ciri esensial penting
yang berhubungan erat dengan kesimpulan yang dikemukakan.
Penalaran
sebab-akibat dimulai dengan pengamatan terhadap suatu sebab yang diketahui.
Penalaran
akibat-sebab dimulai dari suatu akibat yang diketahui.
Penalaran
akibat-akibat berpangkal dari suatu akibat dan berdasarkan akibat tersebut dan
langsung dipikirkan akibat lain tanpa memikirkan sebab umum yang menimbulkan
kedua akibat itu.
Salah Nalar
Kesalahan yang berhubungan dengan
proses penalaran disebut sebagai salah nalar. Ada dua jenis kesalahan menurut
penyebabnya, yaitu kesalahan karena bahasa yang merupakan kesalahan informal
dan kesalahan karena materi dan proses penalarannya yang merupakan kesalahan
formal.
Kesalahan
Informal
Kesalahan informal biasanya
dikelompokkan sebagai kesalahan relevansi. Kesalahan ini terjadi apabila
premis-premis tidak mempunyai hubungan logis dengan kesimpulan. Yang termasuk
ke dalam jenis kesalahan ini adalah:
Argumentum ad Hominem, kesalahan itu
berarti "argumentasi ditujukan kepada diri orang". Artinya, kesalahan
itu terjadi bila seseorang mengambil keputusan atau kesimpulan tidak
berdasarkan penalaran melainkan untuk kepentingan dirinya, dengan mengemukakan
alasan yang tidak logis.
Argumentum ad Baculum, kesalahan
yang terjadi apabila suatu keputusan diterima atau ditolak
karena adanya
ancaman hukuman atau tindak kekerasan.
Argumentum ad Verucundiam atau
Argumentum Adictoritatis, kesalahan yang terjadi apabila seseorang menerima
pendapat atau keputusan dengan alasan penalaran melainkan karena yang
menyatukan pendapat atau keputusan itu adalah yang memiliki kekuasaan.
Argumentum ad Populum, kesalahan itu
berarti "argumentasi ditujukan kepada rakyat". Artinya, argumentasi
yang dikemukakan tidak mementingkan kelogisan; yang penting agar orang banyak
tergugah. Hal ini sering dilakukan dalam propaganda.
Argumentum ad Misericordiam,
argumentasi dikemukakan untuk membangkitkan belas kasihan.
Kesalahan Non-Causa Pro-Causa,
kesalahan ini terjadi jika seseorang mengemukakan suatu sebab yang sebenarnya
merupakan sebab atau bukan sebab yang lengkap.
Kesalahan Aksidensi, kesalahan
terjadi akibat penerapan prinsip umum terhadap keadaan yang bersifat
aksidental, yaitu suatu keadaan atau kondisi kebetulan, yang tidak seharusnya,
atau mutlak yang tidak cocok.
Petitio Principii, kesalahan ini
terjadi jika argumen yang diberikan telah tercantum di dalam premisnya.
Kadang-kadang petitio principii ini berwujud sebagai argumentasi berlingkar: A
disebabkan B, B disebabkan C, C disebabkan D, D dan D disebabkan A.
Kesalahan Komposisi dan Divisi,
kesalahan komposisi terjadi jika menerapkan predikat individu kepada
kelompoknya sementara kesalahan divisi terjadi jika predikat yang benar bagi
kelompok dikenakan kepada individu anggotanya.
Kesalahan karena Pertanyaan yang
Kompleks, pertanyaan yang dimaksud ini bukan dinyatakan dengan kalimat kompleks
saja, namun yang dapat menimbulkan banyak jawaban.
Non Secuitur (Kesalahan Konsekuen),
kesalahan ini terjadi jika dalam suatu proposisi kondisional
terjadi pertukaran
anteseden dan konsekuen.
Ignoratio Elenchi, kesalahan ini
sama atau sejenis dengan argumentum ad Hominem, ad
Verucundiam, ad Baculum, dan
ad Populum yaitu tidak ada relevansi antara premis dan kesimpulannya.
Kesalahan
Formal
Kesalahan ini berhubungan erat
dengan materi dan proses penarikan kesimpulan baik deduktif maupun induktif.
1). Kesalahan Induktif
Kesalahan induktif terjadi
sehubungan dengan proses induktif. Kesalahan ini terjadi karena:
Generalisasi yang terlalu luas.
Hubungan sebab akibat yang tidak
memadai.
Kesalahan analogi. Kesalahan ini
terjadi bila dasar analogi induktif yang dipakai tidak merupakan ciri esensial
kesimpulan yang ditarik.
2). Kesalahan Deduktif
Dalam cara berpikir deduktif
kesalahan yang biasa terjadi adalah kesalahan premis mayor yang tidak dibatasi.
Kesalahan term keempat. Dalam hal
ini term tengah dalam premis minor tidak merupakan bagian dari term mayor pada
premis mayor atau memang tidak ada hubungan antara kedua pernyataan.
Kesimpulan terlalu luas atau
kesimpulan lebih luas dari pada premisnya.
Kesalahan
kesimpulan dari premis-premis negatif.
PROSES
PENALARAN
Proses
penalaran dapat dibedakan menjadi dua macam, yaitu proses penalaran induktif
dan proses penalaran deduktif. Penalaran ilmiah merupakan perpaduan kedua
proses itu.
EVIDENSI
Evidensi
adalah semua fakta yang ada, yang dihubung-hubungkan untuk membuktikan adanya
sesuatu. Evidensi merupakan hasil pengukuan dan pengamatan fisik yang digunakan
untuk memahami suatu fenomena. Evidensi sering juga disebut bukti empiris. Akan
tetapi pengertian evidensi ini sulit untuk ditentukan secara pasti, meskipun
petunjuk kepadanya tidak dapat dihindarkan.
Kita
mungkin mengartikannya sebagai “cara bagaimana kenyataan hadir” atau perwujudan
dari ada bagi akal”. Misal Mr.A mengatakan “Dengan pasti ada 301.614 ikan di
bengawan solo”, apa komentar kita ? Tentu saja kita tidak hanya mengangguk dan
mengatakan “fakta yang menarik”. Kita akan mengernyitkan dahi terhadap
keberanian orang itu untuk berkata demikian.
Tentu
saja reaksi kita tidak dapat dilukiskan sebagai “kepastian”, Tentu saja
kemungkinan untuk benar tidak dapat di kesampingkan, bahwa dugaan ngawur atau
ngasal telah menyatakan jumlah yang persis. Tetapi tidak terlalu sulit bagi
kita untuk menangguhkan persetujuan kita mengapa ? Karena evidensi memadai
untuk menjamin persetujuan jelaslah tidak ada. Kenyataannya tidak ada dalam
persetujuan terhadap pernyataan tersebut.
Sebaliknya,
kalau seorang mengatakan mengenai ruang di mana saya duduk, “Ada tiga jendela
di dalam ruang ini,” persetujuan atau ketidak setujuan saya segera jelas. Dalam
hal ini evidensi yang menjamin persetujuan saya dengan mudah didapatkan.
Dalam
wujud yang paling rendah. Evidensi itu berbentuk data atau informasi. Yang di
maksud dengan data atau informasi adalah bahan keterangan yang di peroleh dari
suatu sumber tertentu.
Cara menguji
data
Data dan informasi yang digunakan
dalam penalaran harus merupakan fakta. Oleh karena itu perlu diadakan pengujian
melalui cara-cara tertentu sehingga bahan-bahan yang merupakan fakta itu siap
digunakan sebagai evidensi. Dibawah ini beberapa cara yang dapat digunakan
untuk pengujian tersebut.
1. Observasi
2. Kesaksian
3. Autoritas
Cara menguji
fakta
Untuk menetapkan apakah data atau
informasi yang kita peroleh itu merupakan fakta, maka harus diadakan penilaian.
Penilaian tersebut baru merupakan penilaian tingkat pertama untuk mendapatkan
keyakitan bahwa semua bahan itu adalah fakta, sesudah itu pengarang atau
penulis harus mengadakan penilaian tingkat kedua yaitu dari semua fakta
tersebut dapat digunakan sehingga benar-benar memperkuat kesimpulan yang akan diambil.
1. Konsistensi
2. Koherensi
Cara menguji
autoritas
Seorang penulis yang objektif selalu
menghidari semua desas-desus atau kesaksian dari tangan kedua. Penulis yang
baik akan membedakan pula apa yang hanya merupakan pendapat saja atau pendapat
yang sungguh-sungguh didasarkan atas penelitian atau data eksperimental.
1. Tidak mengandung prasangka
2. Pengalaman dan pendidikan
autoritas
3. Kemashuran dan prestise
4.
Koherensi dengan kemajuan
Muhamad Sidik @Universitas Gunadarma - 2015
source : zuwaily.blogspot.com, teguhberindra.blogspot.com
0 comments:
Post a Comment